Seminggu terakhir saat itu, selalu aja ngebahas pengen liburan dan liburan, tapi karena banyak kesibukan pekerjaan dan menghindari keramaian libur natal dan tahun baru sehingga rencana liburan ke pantai selalu di tunda hingga suatu hari disepakati, yaitu besok, kami bisa liburan sehari ke pantai. Pilihan pantainya adalah Anyer, Ciletuh atau Ujung Genteng.
Hari itu adalah salah hari di weekdays di awal tahun 2021, sepulang kantor dan setelah berdiskusi dengan istri saya, kami memutuskan jalan ke selatan, yaitu antara Ciletuh atau Ujung Genteng. Memang secara jarak, ke pantai di selatan memang lebih dekat, tapi berdasarkan waktu tempuh oleh Google Maps, baik ke pantai barat (Anyer) dan selatan (Ciletuh atau Ujung Genting) tidak beda jauh. Pesan saya ke istri adalah siapkan bekal untuk sarapan dan baju ganti karena kami akan jalan dini hari.
Rencana awal perjalanannya adalah sebagai berikut:
01:00 – 06:00 : Perjalanan menuju Ciletuh/Ujung Genteng dari Bogor
06:00 – 10:00 : Main di pantai
10:00 – 11:00 : Cari makan seafood
11:00 – 13:00 : Istirahat, solat dan makan
13:00 – 18:00 : Perjalanan pulang ke Bogor
Terlihat menyenangkan dan optimis bukan. 😀
Malamnya seharusnya saya tidur lebih cepat, jam 21:00 semestinya sudah tidur, tetapi pilihan antara Ciletuh dan Ujung Genteng membebani pikiran sehingga saya buka IG dan scroll foto-foto dengan tagar #ciletuh #ciletuhgeopark #ujunggenteng. Saya lebih banyak melihat Ciletuhnya karena awal rencana adalah condong ke Ciletuh. Alasannya adalah secara jarak lebih dekat satu jam dibanding Ujung Genteng.
Karena masih belum bisa memastikan akibatnya saya tidur cukup telat, mungkin sekitar pukul 22:00 baru bisa tidur, itupun setelah dipaksakan tidur, hmm atau kelelahan nge-scroll. 😀
Sebelumnya saya set alarm pukul 00:30, karena kan dengan target jam 01:00 sudah start, saya butuh waktu 30 menit untuk persiapan. Oiya, sudah tentu anak-anak sudah dikondisikan mengenai rencana perjalanan, jadi sewaktu dibangunkan untuk pindah tidur ke dalam mobil mereka tidak kaget.
Perjalanan Berangkat
Pukul 00:30 alarm berbunyi, saya terkesiap dengan semangat untuk melakukan persiapan. Ibu polda saya bangunkan untuk ikut bersiap. Tas berisi barang-barang yaitu pakaian ganti dan tektek bengek diangkut ke mobil, bekal perjalanan yaitu roti isi coklat, selai kacang dan mentega gula sudah yang disiapkan polda, ikut diangkut, juga posisi jok mobil dibuat sedemikian rupa supaya anak-anak bisa tidur dengan nyaman.
Di mobil Nissan Xtrail bangku tengah bisa dilipat ke depan, sehingga bisa menciptakan ruang lapang yang saya lapisi dengan kasur palembang lalu dialasi oleh seprai. Dua bantal dan dua guling disiapkan, lalu barang-barang disimpan diantara jok tengah dan jok depan. Kasur berjalan siap. Eh atau gerobak ya. Hehe
Ternyata persiapan agak sedikit molor, sampai akhirnya pukul 01:15 kami baru start berangkat. Setelah polda kunci-kunci pintu, kami pun berjalan di keheningan malam.
Baru sekitar 250 meter bu polda teringat sedang mengisi air toren dimana kalau ditinggal bisa luber karena memang harus manual buka tutupnya, jadi terpaksa kami balik arah kembali ke rumah. Sedikit menyebalkan tetap masalahnya tidak bisa ditinggalkan. Setelah kembali dan mematikan aliran air ke toren, kami berangkat juga dengan tenang pukul 01.30 yang berarti molor 30 menit.
Berhubung tol Bocimi baru sampai Cigombong, mau tidak mau perjalanan dilanjutkan melalui jalan raya Bogor-Sukabumi. Sepanjang jalan dari rumah sampai Cigombong sungguh syahdu, dikala orang lain terlelap, mobil kami merayap membelah udara dini hari.
Asumsi perjalanan ini akan ditempuh dengan nyaman karena sepiny a jalanan. Siapa sih yang rela jalan dini hari, kalaupun ada mestinya hitungan jari. Tapi itu salah ferguso, karena jalan raya Bogor-Sukabumi tetap padat oleh kendaraan. Memang bukan kendaraan kecil tapi kendaraan besar alias transformer, ituloh truk-truk bersumbu roda 6 lebih. Mobil saya pacu kencang saat jalanan sepi, seringnya tertahan transformer, tetapi karena kendaraan kecil hanya hitungan jari sehingga dengan mudah saya bisa melambung para transformer itu.
Kemacetan rupanya tidak hanya berlaku siang hari, dini hari pun jalanan ini ada macetnya, tepatnya di depan pintu masuk pabrik Danone Aqua. Saya geleng-geleng kepala, segitu jalanan sepi masih aja macet karena manufer truk pengangkut air keluar masuk pabrik. Saya pikir harusnya pihak Danone Aqua memikirkan jalur keluar masuk truknya supaya tidak mengganggu perjalanan pengendara lain.
Kurang lebih pukul 03:00 saya tiba di SPBU terakhir sebelum pertigaan Cikidang. Berhubung perut yang sakit, saya setoran dulu di toilet SPBU sambil melakukan riset jalur perjalanan. Saya pikir jika tetap di jalur utama tanpa jalur Cikidang akan terus seperti ini dimana para transformer menghambat laju mobil saya, sehingga saya memutuskan untuk mengambil jalur Cikidang ke Palabuhan Ratu.
Sekitar 10 menit berhenti, mobil saya gas kembali setelah sebelumnya mengisi bensin sampai 3/4 isi penuh.
Jalur Cikidang memang berkelak-kelok, tapi sepi dan aman. Pengalaman saya pake motor disini saat dini hari pun aman karena ada saja kendaraan lewat walaupun dini hari atau pagi buta.
Karena jalanan yang sepi, saya gas penuh mobil dengan manuver layaknya pembalap rally. Cukup khawatir sih kalau nanti Hasya mabuk, ia sering mabuk soalnya.
Sembari menyisir jalanan Cikidang saya masih berpikir akankah ke Ciletuh atau ke Ujung Genteng. Dari scroll-scroll IG, sebetulnya tidak ada pantai yang menarik disana, kebanyakan pantai pasir hitam sedangkan kami berburu pantai yang sepi, pasir putih dengan ombak yang besar. Kepalang tanggung hanya berbeda sejam, saya pikir Ujung Genteng sajalah, berdasarkan foto-foto di IG, ada pantai pasir putih-nya. Dengan beda jarak tempuh satu jam, saya pikir sepadan.
Saya : “Bun”
Polda : “Hmm, aku kok agak kembung ya”
Saya : “Kita ke Ujung Genteng aja ya, pantainya lebih bagus”
Polda : “Oke, aku sih ikut aja”
Sah sah sah, Ujung Genteng menjadi tujuan. Di sepertiga jalur Cikidang – Palabuhan Ratu, Hasya bangun dan bilang.
Hasya: “Aku lapeer”
Saya : “Haaah? Hasya mual gak”
Hasya : “Engga, aku lapeer”
Aku dan polda tertawa, gak biasanya nih Hasya tidak mabuk yang ada malah laper. Akhirnya saya berenti dan membuka roti untuk Hasya.
Polda : “Beb, aku kembung beneran nih”
Saya : “Ada kantong plastik kan?”
Polda : “Ada sih”
Saya : “Ya udah pegang saja”
Karena Hasya terbangun dan sedang makan roti, saya pun agak memelankan laju mobil. Di setengah perjalanan Cikidang tiba-tiba.
Polda : “Hoeks”
Saya : “Wah kamu mau muntah beb?”
Polda : “Hoeks”
Saya segera mencari tempat berhenti yang aman, lalu polda segera membuka pintu dan jackpot!! dia muntah. 😀
Ini dilematis buat saya sebagai driver, karena mengejar waktu tiba pukul 06:00 di Ujung Genteng sedangkan ada passenger yang mual dan berpotensi mual. Terpaksa saya agak sedikit kencangkan namun tetap halus setiap belokan.
Pukul 04:00 keluar tiba di Palabuhan Ratu, google maps saya arahkan ke Ujung Genteng, waktu tiba perkiraan masih 2 jam lagi. Pas!
Ini adalah pertama kalinya saya ke Ujung Genteng, sama sekali tidak ada bayangan seperti apa jalannnya, semoga saja jalannya mulus.
Masuk ke jalur Palabuhan Ratu – Ujung Genteng diawali dengan kesan yang tidak baik yaitu jalanan yang sempit, berkelak kelok dan jelek. Saya hanya bisa pasrah, rasanya ingin ke pantai Palabuhan Ratu aja deh.
Kelokan demi kelokan saya lalui, jalanan membaik dari jalan yang jelek ke jalan yang mulus tapi tetap sempit dan berkelak-kelok. Sesekali berpapasan dengan mobil lain yang kebanyakan mobil angkutan barang. Di tengah jalur.
Polda : “Beb, aku mual lagi”
Karena saya perhatikan semakin parah akhirnya saya mencari tempat aman lalu.
Polda : “Hoeks” jackpot kedua. 😀
Kenzie : “Ibun kenapa sih?” rupanya dia bangun karena mendengar emaknya muntah.
Tidak berapa lama setelah selesai urusan perjackpotan, mobil berjalan. Tiba-tiba.
Kenzie : “Bun aku kembung”
Wah yang biasanya tidak mabuk, perjalanan kali ini pada mabuk semua, sementara Hasya yang biasanya mabuk malah tidak mabuk kali ini. Mobil berhenti lagi untuk memberikan minyak kayu putih ke si Kenzie.
Pukul 05:00 kami tiba di Waleri, lalu berhenti sebuah mesjid untuk melaksanakan solat subuh. Saya ngobrol dengan imam mesjidnya.
Imam Mesjid : “Wah ini baru dua hari cuaca bagus, kemarin-kemarin hujan terus. Adek dari mana?”
Saya : “Dari Bogor, Pak. Tadi berangkat jam setengah dua”
Imam Mesjid : “Wah cepet ya sampai sini, sepi ya jam segini jalan”
Saya : “Iya Pak, disni ke Ujung Genteng berapa lama lagi”
Imam Mesjid : “Pokoknya jalan lurus terus, nanti ada pertigaan ambil lurus aja. Yah sekitar satu jam lagi lah”
Setelah pamit dan didoakan sama beliau saya melanjutkan perjalanan. Hari mulai terang, cahaya matahari mulai terlihat jelas.
Memasukin Jampang Surade, jalanan relatif lebih bersahabat. Mobil dengan mudah melaju kencang karena lebar jalan yang besar dan relatif lurus-lurus saja. Saya dulu berpikir bahwa Jampang Surade itu desa, ternyata Surade tidak sedesa itu bahkan cenderung kota kecil karena banyak pertokoan, pasar yang ramai. Bahkan saya sempat melihat ada dealer motor yang sangat besar berada di tepi jalan di jantung kota Surade.
Pukul 06.00 kurang kami sudah bisa melintas pantai. Posisi duduk sudah berubah, Hasya yang tadinya rebahan di belakang kini pindah menggantikan Ibun di posisi navigator. Mobil kami memasuki perkebunan kelapa, yang artinya sudah dekat sekali dengan pantai.
Tiba di Lokasi
dilanjutkan di part 2 berhubung tulisan ini belum release-release 😀